Monday 26 March 2012

FISIKA KUANTUM PENYEMBUHAN PENYAKIT

FISIKA KUANTUM PENYEMBUHAN PENYAKIT


Yunanto Wiji Utomo | A. Wisnubrata | Selasa, 27 Maret 2012 | 05:25 WIB
 
JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun lalu, dunia dihebohkan dengan praktek penyembuhan penyakit dengan asap rokok yang dilakukan oleh Gretha Zahar, pakar nuklir dari Lembaga Peluruhan Radikal Bebas di Malang.

Gretha menciptakan "Divine Cigarette" atau mungkin bisa disebut "Rokok Surga". Berbeda dengan rokok biasa yang menyebabkan penyakit, rokok ini justru akan menyembuhkannya.

Rahasia Rokok Surga adalah pada asam amino yang diteteskan atau diolah bersama tembakau. Zat ini akan melepaskan 1 elektron merkuri. Ketika satu elektron lepas, merkuri akan berperilaku seperti emas.

Dikatakan bahwa merkuri dan emas hanya memiliki satu perbedan jumlah elektron. Merkuri memiliki energi cukup besar sehingga mampu menyamar menjadi unsur lain.

Asam amino yang dimiliki Rokok Surga membebaskan radikal bebas. Rokok selanjutnya berperan sebagai media menyembuhkan penyakit degeneratif, seperti jantung, stroke dan kanker.

Penyembuhan Kuantum

Profesor Sutiman Bambang Soemitro, guru besar dari Universitas Brawijaya mengatakan bahwa penyembuhan a la Gretha Zahar memang sulit dipahami tetapi sebenarnya ilmiah.

Menurut Sutiman, penyembuhan yang dilakukan Gretha bisa dipahami jika memandang tubuh sebagai susunan partikel-partikel dimana energi mengalir terus-menerus tanpa henti.

Energi dalam tubuh manusia mengalir dalam bentuk paket atau kuanta, sesuai pendapat Max Planck pada tahun 1900. Aliran energi mengikuti hukum-hukum dalam fisika kuantum.

Dalam kacamata fisika kuantum, tubuh sehat dipandang sebagai raga dengan aliran energi yang lancar. Aliran energi memastikan tubuh mampu melakukan self production dan self regeneration.

"Kalau tubuh sakit, aliran energinya mengalami turbulensi, alirannya berputar-putar di bagian sakit," ungkap Sutiman saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu yang lalu.

Turbulensi energi bisa terjadi akibat banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah faktor makanan, radikal bebas serta senyawa yang bersifat toksik.

"Kalau kita bisa gangguan aliran energi pada bagian tubuh sakit maka kita bisa mengembalikan tubuh pada keseimbangan. Tubuh akan sehat lagi," jelas Sutiman.

Untuk mengembalikan aliran energi, dibutuhkan sebuah perantara. Sifat perantara harus fleksibel, mampu menerima maupun mendonasikan elektron. Asap memenuhi kriteria tersebut.

"Asap ini seperti hemoglobin. Bisa membawa energi tanpa berubah menjadi radikal. Bisa menjadi donor maupun penerima," terang Sutiman yang sebenarnya berlatar belakang mikrobiologi.

Sifat asap menerangkan cara kerja Rokok Surga. Setelah dibebaskan dari radikal bebas, asap rokok membawa energi menuju bagian sakit, menyembuhkan dengan melancarkan aliran energi.

Asam amino yang ditambahkan pada Rokok Surga, menurut Sutiman, berperan sebagai penyaring. Partikel asap yang masuk ke tubuh harus berukuran nano sehingga bisa bekerja menurut hukum mekanika kuantum.

Bagaimana asap menuju bagian yang sakit? "Dalam kuantum, ini bisa melewati apa saja. Tidak terbatas pada ruang dan waktu. Jadi, tidak harus lewat pembuluh darah, misalnya," jelas Sutiman.

Dalam upaya penyembuhan, terapi dengan asap bisa dipadukan dengan mengkonsumsi makanan yang membantu menetralisir racun. Contohnya adalah putih telur dan kopi.

Sebenarnya, ada banyak media yang bisa digunakan dalam penyembuhan kuantum. Contohnya adalah lewat air yang diminum ataupun dengan meditasi.

"Tapi, asap memiliki kelebihan. Kalau air fluiditasnya kurang karena dia bukan gas. Asap bisa bergerak dengan lebih mudah," papar Sutiman.

Saat ini, Sutiman dan mahasiswanya di Universitas Brawijaya terus mempelajari potensi asap sebagai media penyembuhan. Beberapa penelitian dilakukan, diantaranya tentang perilaku asap.

Pengobatan Masa Depan

Menurut Sutiman, penyembuhan kuantum akan berkembang mendukung praktek pengobatan di masa depan. Penyembuhan kuantum menghidupkan pengobatan tradisional dan mengatasi masalah akses kesehatan.

Salah satu contohnya adalah peluang jamu untuk lebih mendukung pengobatan. Menurut Sutiman, jamu memiliki kelebihan dibandingkan obat kimia.

"Kalau obat kimia hanya satu senyawa diisolasi dan diproduksi. Ini menjadi rentan dosis. Senyawa obat sebenarnya disediakan satu paket seperti pada jamu," jelasnya.

Penyembuhan kuantum juga menyediakan pelayanan kesehatan yang lebih murah.

"Tidak seperti rumah sakit yang membutuhkan biasa jutaan untuk bisa sehat," cetus Sutiman.

SUMBER : http://sains.kompas.com/read/2012/03/27/05254733/Fisika.Kuantum.Penyembuhan.Penyakit

Saturday 24 March 2012

OBESITAS



Obesitas Pada Anak
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. Tetapi masih banyak pendapat di masyarakat yang mengira bahwa anak yang gemuk adalah sehat.
Sehingga banyak ibu merasa bangga kalau anaknya sangat gemuk, dan disatu pihak ada ibu yang kecewa kalau melihat anaknya tidak segemuk anak tetangganya. Sebenarnya kekecewaan tersebut tidak beralasan, asalkan grafik pertumbuhan anak pada KMS sudah menunjukkan kenaikan yang kontinu setiap bulan sesuai lengkungan grafik pada KMS dan berada* pada pita warna hijau, maka anak tersebut pasti sehat. Lebih-lebih kalau anak itu menunjukkan perkembangan mental yang normal, artinya perkembangan motorik, bahasa, intelektual, emosional dan sosial sesuai dengan umurnya, maka anak tersebut walaupun tidak terlalu gemuk, tetapi secara fisik, sosial maupun mental adalah sehat.

Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan merupakan salah satu penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya. Dan berbagai tulisan mengenai obesitas pada anak, ternyata banyak masalah yang dihadapi anak yang obesitas ini. Lebih-lebih kalau obesitas pada masa anak-anak berlanjut sampai dewasa. Bahkan ada seorang ahli yang mengatakan, bahwa makin panjang ikat pinggang seseorang, maka akan makin pendek umurnya. Dengan perkataan lain, makin gemuk seseorang akan makin banyak penyakitnya, sehingga jarang yang mencapai umur panjang.
Angka kejadian obesitas pada anak dinegara-negara maju torus bertambah. Menurut Weil BW 1991, angka kejadian di Amerika meningkat 40% (dari 15% menjadi 21%). Sedangkan angka kejadian di Indonesia masih belum ada data-datanya. Tetapi dari pengamatan sehari-hari mulai banyak ditemukan kasus obesitas pada anak.
DEFINISI
Tidak semua orang yang mempunyai berat badan lebih disebut sebagai obesitas. Karena pada atlit yang karena latihan-latihan yang teratur menyebabkan masa otot yang tumbuh dengan baik, akan mempunyai berat badan rata-rata yang lebih dari anak sebayanya, tidak dapat disebut sebagai obesitas. Demikian pula dengan anak yang kerangka tulangnya besar dan otot-ototnya lebih dari biasanya, sehingga berat badan dan tingginya diatas rata-rata anak sebayanya, juga bukan disebut sebagai obesitas.
Untuk diagnosis obesitas harus ditemukan gejala klinis obesitas dan disokong de-ngan pemeriksaan antropometri yang jauh diatas normal. Pemeriksaaan antropometri yang sering digunakan adalah berat badan terhadap tinggi badan, berat badan terhadap umur dan tebalnya lipatan kulit.
KLASIFIKASI
Menurut gejala klinisnya, obesitas dibagi menjadi:
1. Obesitas sederhana (Simple obesity).
Terdapat gejala kegernukan raja tanpa disertai kelainan hormonal/mental/fisik lain-nya, obesitas ini terjadi karena faktor nutrisi.
2. Bentuk khusus obesitas.
a. Kelainan endokrin/hormonal.
tersering adalah sindrom Cushing, pada anak yang sensitif terhadap pengo-hatan dengan hormon steroid.
b. Kelainan somatodismorfik.
Sindrom Prader-Willi, sindrom Summit dan Carpenter, sindrom Laurence-Moon-Biedl, dan sindrom Cohen.
Obesitas pada kelainan ini hampir selalu disertai mental retardasi dan kelainan ortopedi.
c. Kelainan hipotalamus.
Kelainan pada hipotalamus yang mempengaruhi nafsu makan dan berakibat terjadinya obesitas, sebagai akibat dari kraniofaringioma, lekemia serebral, trauma kepala, dan lain-lain.
PENYEBAB
Hukum fisika dasar mengatakan bahwa:
energi yang dibutuhkan = energi yang digunakan +/- energi yang disimpan.
Penggunaan energi tersebut adalah untuk metabolisme basal, SDA (Spesific Dynamic Action) yaitu peristiwa makan dan mencernakan makanan, pertumbuhan, aktifitas fisik, dan sebagian kecil terbuang melalui feses.
Kalau masukan energi melebihi kebutuhan, misalnya 50 kkal/hari atau kurang dari sepotong roti/hari, maka dalam satu tahun kenaikan berat badan mencapai 5 kg. Kalau kelebihannya 500 kkal/hari atau sekitar satu piring nasi beserta lauknya, maka dalam satu tahun terjadi kenaikan berat sekitar 50 kg. Jadi obesitas dapat terjadi bila terdapat kelebihan energi yang menetap, atau akibat pemakaian energi yang berkurang secara menetap, atau kombinasi keduanya.
1. Masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh.
a. Pada bayi.
— Bayi yang minum susu bowl yang selalu dipaksakan oleh ibunya, bahwa setiap kali minum harus habis.
— Kebiasaan untuk memberikan minuman/makanan setiap kali anak menangis.
— Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia yang terlalu dini.
— Jenis susu yang diherikan osinolaritasnya tinggi (terlalu kental, terlalu manis, kalorinya tinggi), sehingga bayi selalu haus/minta minum.
Obesitas pada bayi umur satu tahun pertama, sebagian berhubungan dengan berat badan lahirnya dan cara pemberian makannya. Tetapi sebagian besar obesitas pada usia 6-12 bulan masih sulit diterangkan penyebabnya.
Faktor-faktor dibawah ini inempengaruhi terjadinya bayi berat badan lahir yang lebih tinggi dari hiasanya, yaitu:
— Faktor keturunan
— Ibu yang obesitas
— Pertambahan berat badan ibu pada waktu hamil yang berlebihan
— Ibu diahetes/pradiahetes
b. Gangguan emosional.
Biasanya pada anak yang lebih besar, dimana baginya makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam memperoleh kasih sayang.
c. Gaya hidup masa kini.
Kecenderungan anak-anak sekarang suka makanan ‘fast food” yang berkalori tinggi seperti hamburger, pizza, ayam goreng dengan kentang goreng, es krim, angka macam mis, dll.
2. Penggunaan kalori yang kurang.
Berkurangnya pemakaian energi dapat terjadi pada anak yang kurang aktifitas fisiknya, seharian nonton TV, dll. Lebih-lebih kalau nonton sambil tidak berhenti makan, maka kecenderungan menjadi obesitas akan lebih besar.
3. Hormonal.
Kelenjar pituitari dan fungsi hipotalamus.
Penyebab yang jarang dari obesitas adalah fungsi hipotalamus yang abnormal. Sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan yang berlebihan) karena gangguan pada pusat kenyang di otak.
Untuk terjadinya obesitas tidak hanya tergantung dari berbagai macam penyebab yang telah disebutkan diatas, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor-faktor predisposisi lainnya, misalnya:
1. Herediter (Faktor keturunan).
Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Kalau salah satu orang tuanya yang obesitas, maka anaknya mempunyai risiko 40% menjadi obesitas, sedangkan kalau kedua orang tuanya obesitas, maka risiko menjadi 80%.
2. Suku/bangsa.
Pada suku/bangsa tertentu kadang-kadang terlihat banyak anggotanya yang menderita obesitas.
3. Pandangan masyarakat yang salah, yaitu bayi yang sehat = bayi yang gemuk.
4. Anak cacat, anak aktifitasnya kurang karena problem fisik/cara mengasuh.
5. Umur orang tua yang sudah lanjut baru punya anak, anak tunggal, anak “mahal”, anak dari orang tua tunggal, dll.
6. Meningkatnya keadaan sosial ekonomi seseorang.
Orang tua yang dulunya berasal dari keluarga yang kurang mampu, maka mereka cenderung memberikan makanan sebanyak-banyaknya pada anak-anaknya. Atau keluarga yang migrasi dari negara berkembang ke negara yang maju/kaya.
 baca selengkapnya