Nested PCR
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Reaksi PCR
Nested
PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim
DNA polymerase
yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen Pasangan
primer yang pertama akan mengamplifikasi fragmen yang cara
kerjanya mirip dengan PCR pada umumnya. Sedangkan, pasangan primer yang kedua
biasanya disebut nested primers (sepasang primer tersebut terletak di dalam
fragmen pertama) yang berikatan di dalam fragmen produk
PCR yang pertama untuk memungkinkan terjadinya amplifikasi
produk PCR yang kedua dimana hasilnya lebih pendek dari yang pertama.[1] Dengan menggunakan nested PCR, jika ada fragmen yang
salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua
kalinya oleh primer yang kedua sangat rendah. Dengan demikian, nested PCR
adalah PCR yang sangat spesifik dalam
melakukan amplifikasi.
Perbedaan Nested PCR dengan PCR biasa
Nested
PCR merupakan variasi dari reaksi
polymerase chain reaction biasa (PCR).Nested PCR dan PCR biasa keduanya berguna
untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak. Pada nested
PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang
primer. Oleh karena itu, hasil fragmen DNA dari nested PCR lebih spesifik (lebih
pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu
yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena
pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1
kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan
kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.
Mekanisme kerja
Secara
umum, PCR adalah suatu proses perbanyakan DNA
secara in vitro melalui beberapa tahap, yaitu denaturasi, penempelan primer, dan pemanjangan. Prinsip kerja
nested PCR tidak jauh berbeda dengan PCR biasa, namun nested PCR akan bekerja
menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen DNA spesifik melalui dua
proses PCR secara terpisah. Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki
fase penempelan, di mana sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal
DNA dan mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah
produk PCR pertama. Kemudian produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses
PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNA spesifik
yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi
bagian di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih
pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.
Aplikasi
Nested
PCR memiliki aplikasi yang luas dalam bidang kesehatan dan identifikasi parasit. Karena nested PCR memiliki sensitivitas
dan spesifitas
yang lebih tinggi dibanding PCR biasa, maka hasil yang didapat akan lebih akurat. Keakuratan
nested PCR karena daerah yang diinginkan akan diamplifikasi dua kali, dengan
dua set primer. Beberapa contoh aplikasinya antara lain adalah dalam
mendiagnosis penyakit Extrapulmonary tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, deteksi Taenia solium
pada penyakit taeniasis, dan diagnosis leptospirosis
Diagnosis penyakit Extrapulmonary tuberculosis sebenarnya
bisa saja menggunakan PCR biasa, namun PCR biasa tidak memiliki sensitifitas
dan reabilitas setinggi nested PCR untuk mendiagnosis dengan akurat. Kekurangan
PCR ini berhubungan dengan kondisi pengambilan sampel yang heterogen, adanya
faktor yang memengaruhi amplifikasi, dan hilangnya patogen selama proses. Berhubungan dengan hal tersebut, maka
disimpulkan bahwa PCR yang biasa digunakan tidak memiliki sensitifitas
dan reabilitas
yang tinggi. Tes ini didasarkan pada amplifikasi fragmen 986
Keunggulan
lain nested PCR adalah proses yang tidak memakan banyak waktu dibandingkan
dengan proses lainnya, seperti teknik kultur biasa. Pada diagnosis penyakit Extrapulmonary
tuberculosis ini, dibandingkan efektivitas antara teknik nested PCR yang
menargetkan gen MPB64 dari Mycobacterium tuberculosis dan teknik
kultur pada media Lowenstein Jensen (LJ) medium. Percobaan ini
melibatkan 400 sampel klinis yang diduga sakit extrapulmonary tuberculosis
dan 30 spesimen kontrol non
tuberculosis yang kemudian dikultur dan dideteksi dengan nested PCR. Pada
perbandingan hasil antara teknik kultur pada media LJ dengan nested PCR, hasil
dari teknik kultur pada media LJ dari 400 spesimen klinis hanya 16
spesimen yang menunjukkan hasil positif. Pada hasil dari nested PCR, dari 400
spesimen klinis terdapat 141 hasil positif (35.2 %).Sedangkan, pada
spesimen kontrol hasilnya negatif dengan nested PCR.\ Pada percobaan
ini dapat dilihat bahwa nested PCR memiliki keakuratan dan sensitivitas yang
tinggi, serta tidak memakan waktu, terlebih dibandingkan dengan metode kultur
konvensional.